Nemuin cerpen lain lagi diantara tumpukan dokumen-dokumen lama, hehe... ini cerpen aneh... satu cerita tapi plotnya loncat-loncat... dulu punya rencana buat nulis ulang tapi belom kesampean.. hmm... kapan-kapanlah... now i'll share the raw version first...
“Pagi Ryles…”
“Hi, Ryl…”
“Nice hair Ryles…”
Gadis yang disapa Ryles, bergerak cepat. Selalu seperti ini setiap hari. Kenapa sih mereka tidak bosan memandangnya setelah setahun lebih ia ada disana setiap hari (kecuali liburan tentu saja). Ugh… ia harus cepat-cepat masuk kelas, bersembunyi.
“Hi, Ryles…” Ryles melengos dan semakin mempercepat langkahnya.
Ini hari pertama sekolah setelah liburan kenaikan kelas. Ryles Amanda Pierce sekarang telah menjadi murid tingkat dua. She’s so excited about everything in second grade, except the others attention…
Ryles memasuki kelas barunya secepat ia bisa, mencari bangku di sudut belakang. Yah, posisi favoritnya adalah bangku disudut belakang kelas tepat disamping jendela. Disitu ia bisa merenung saat pelajaran sedang tidak menarik, bisa tidur ditemani semilir angin saat professor yang mengajarnya mendongeng indah dengan suara berisi penuh mantra-mantra pembuat ngantuk, bahkan ia bisa membuat bangau-bangau kertas saat ia bosan dan melemparkannya ke pohon pinus di samping kelasnya. Ryles melemparkan tasnya asal, duduk, dan beberapa menit kemudian ia sudah terlelap dengan kepala menelungkup pada dua lengannya yang terlipat diatas meja. Itu salah-satu cara menghindari perhatian-perhatian menyebalkan dari teman-teman kelasnya.
“Good morning class!”
“Good morning professor!”
Ryles mengangkat wajahnya dan mengusapnya beberapa kali. Professor Evans sudah berdiri di depan kelas. Tersenyum manis dan menyerukan instruksi-instruksi yang hanya didengarkan setegah hati oleh Ryles. Luar Biasa banget hari pertama sekolah pun dimulai dengan pelajaran yang sangat dibenci Ryles, Sejarah. Ia mengambil buku tebal berjudul “World History” dan dengan enggan membuka halaman pertama sambil menuap lebar.
...........................................................................................................................
Ryle tahu ia sendiri, dan itu bukanlah masalah baginya. Tapi, kenapa orang lain harus mempermasalahkannya. Orang tuanya, saudara-saudaranya, keluarganya yang lain, teman-teman sekolahnya, dan semua orang yang mengenalnya menganggap kesenangannya untuk sendiri adalah suatu kesalahan, mengaggapnya aneh, dan memberinya pandangan seakan-akan ia adalah manusia berpenyakit paling menular sejagad raya dan harus segera disembuhkan. Ryle tahu ini tak biasa, tapi apa yang salah darinya, ia hanya tidak suka keramaian, tidak suka suara-suara berisik, tidak suka diusik dan digerecoki, tidak suka orang lain mengurusi urusannya, dan ia selalu bisa melakukan semuanya sendiri, jadi ia tak butuh orang lain, lalu apa yang salah?
“Ryle… up honey… breakfast ready… aku membuat telur panggang kesukaanmu!” Seeorang wanita berteriak dari arah dapur. Ia memakai celemek bermotif bunga matahari cerah, secerah senyumnya. Ia terlihat sangat menikmati apa yang dikerjakannya. Membuat sarapan untuk keluarganya.
Ryle membuka matanya dengan enggan, sisa-sisa kantuk masih terlihat jelas di wajahnya. Sejenak ia berpikir untuk kembali menarik selimutnya dan melanjutkan tidurnya, tapi ia ingat ia telah dengan sangat terpaksa berjanji pada ayahnya untuk mengunjungi Mrs Hammersmith dan membawakannya seloyang muffin buatan ibunya, hanya agar ia diizinkan tidak ikut ke pesta tolol teman ayahnya siang nanti.
“Ryle…”
“I’m here mom, stop screaming, please…”
“sorry sweetheart… I think u still up stair…”
“I’m going now, where’s the muffin?”
“easy honey, u don’t have any breakfast”
“I’m not hungry mom,”
“but… u didn’t eat anything”
“I will eat, if I think I wanna eat okay, please don’t think u know everything, I’m not a child anymore… I’ll see u later…” Ryle menyambar bungkusan muffin dan berlari keluar rumah.
Selalu seperti itu, kenapa orang lain selalu kurang kerjaan dan mencampuri apa yang tak seharusya mereka campuri. Mereka punya kehidupan mereka sendiri yang bisa mereka urusi. Ryle mengetuk pintu rumah diujung jalan. Rumah mungil berwarna putih itu sepi dan memang selalu sepi. Mrs Hammersmith hanya tinggal berdua dengan cucunya Daffa. Ryle tidak tahu kemana keluarganya yang lain atau kenapa hanya ada Daffa, maksudnya Daffa tak mungkin tak punya orang tua kan? Ryle tidak tahu dan tidak tertarik untuk tahu, maksudnya itu adalah masalah keluarga Mrs Hammersmith, dan ia tak akan begitu kurang kerjaannya untuk mengurusinya. Mrs Hammersmith adalah wanita tua, mugnkin umurnya sudah lebih dari 70 tahun, tapi ia masih tampak sehat. Ryle sering melihatnya membawa Fenzy, anjingnya jalan-jalan tiap sore. Mrs hammersmith juga akrab dengan kedua orang tuanya, mereka sering minum the bersama, dan saling mengrimi makanan. Tapi Ryle baru pertama kalinya mengantar makanan ke rumahnya. Bisanya selalu ibunya atau Diyls, kakak perempunya yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya. Menurut Ryle, itu hanya karena Diyls berharap bisa bertemu Daffa setiap kesana. Dan sekali lagi itu bukan urusannya. Ryle sendiri tidak terlalu mengenal Daffa, kecuali fakta bahwa ia adalah cucu Mrs Hammersmith, tentunya.
Ryle mengetuk untuk yang kedua kalinya, sedikit tidak sabar. Yah, ini bukanlah pekerjaan yang disukai oleh Ryle. Mengantar makanan, oh semoga saja Mrs Hammersmith tidak terlalu lama berbasa basi, kalau perlu ia akan segera pamit setelah menyerahkan muffinnya.
“Hi, Ryle… kejutan!” Ryle tersentak, bukan Mrs Hammersmith yang membuka pintu, tapi Daffa. Ryle mau tak mau membayangkan bagaimana ekspresi Diyls seandainya ia yang ada disana.
“Oh, hi.. ya.. ehm.. aku mengantarkan muffin buat Granny… dari mom… ya, oh ini dia, tolong sampaikan padanya,terimakasih” kata Ryle, what’s the hell? Kenapa dia harsu nervous di depan Daffa, Ryle buru-buru berbalik berharap daffa tidak melihat wajahnya yang nyaris semerah tomat.
“Hei.. Ryle, kurasa kau bisa masuk dulu, granny akan senang sekali ditemani sarapan, dan tampaknya muffin ini sanagt enak, granny pasti ingin berterima kasih langsung padamu, ayolah…”
Ryle berbalik, menimbang.
.........................................................................................................................................
He’s so cute….
Yuppy, untuk pertama kalinya ada “seseorang” yang bisa menembus barrier otak Ryle yang, (dia bersumpah) sangat tebal dan susah ditembus. Who’s the lucky one? Hmm… his Daffa. Cucu mrs hammersmith itu telah berhasil meruntuhkan teori kesendirian seorang ryle.
“He’s smart!!! He’s cool!!! He’s everything u want…” Ryle kebingungan sendiri mendeskripsikan sosok daffa.
..........................................................................................................................................
“WHAT ARE YOU DOING WITH HIM?” Diyls membuka pintu kamarku dengan kasar dan langsung meneriakiku dengan ganas. Aku tersenyum sambil mengedikkan bahu. Aku sedang dalam mood yang sangat baik hari ini, dan amukan diyls tak akan mampu merusaknya. Perlu badai tornado untuk menerbangkan resa senangku.
“APA MAKSUDNYA TERSENYUM DAN MENGEDIKKAN BAHU?” teriaknya lagi, lebih keras, aku yakin semua orang di jalanan akan bisa mendengar teriakannya. Aku masih tersenyum, dengan enggan meletakkan pensilku dan memandangnya.
“Entahlah Diyls, biasanya orang tersenyum karena dia sedang bahagia…”
“YOU”RE LYING TO ME RYLE… YOU”RE LYING!!!”
“Well… sorry!”
Dylis mendiamkanku sejak hari itu. Dan aku? Oh, aku tak peduli. Itu masalahnya, bukan masalahku. Menurutku aku tak melakukan kesalahan apapun. Okey, aku memang menjadi dekat secara tiba-tiba dengan daffa, dan apa salahnya dengan itu? Aku menikmati kedekatan kami, untuk pertama kalinya aku merasa bisa menerima orang lain dalam hidupku.
........................................................................................................................................
Ada satu saat dimana kau harus berhenti sesaat, memejamkan mata, berpikir, membiarkan semuanya terjadi sebagaimana mestinya. Terkadang memandang sesuatu dari kejauhan bisa membuatmu terbangun dari kesemuan. Biarkan saja ia menuntunmu, membawamu perlahan, hingga saat waktu itu tepat, ia akan berhenti dengan sendirinya.
“so, what do u think?”
“it’s wonderfull… really… gimana kamu bisa tahu ada tempat seperti ini?” Ryle mengerjap-ngerjap, tampak sangat senang. Pemandangan di sekelilingnya membuatnya kehilangan kata-kata. Saat ini ia dan daffa berdiri di teras belakang sebuah villa yang langsung menghadap kearah danau, diseberang danau tampak hutan pinus yang berwarna cokelat berbaris rapi dengan latar belakang gunung yang tertutup salju. Siluet gunung dan hutan pinus tergambar jelas dipermukaan danau. Sungguh menabjukkan… matahari senja yang kekuningan membuat suasana menjadi begitu romantis, tenang, rasanya ryle tak ingin memalingkan pandangannya walau hanya sedetik, takut saat ia menoleh kembali semua keindahan itu telah lenyap…
..................................................................................................................................................
Ryle frustasi… belum pernah dalam seumur hidupnya dia begitu membenci kesendirian. Awalnya, dia mengira semua akan baik-baik saja, seperti baiasanya. Bahwa dia, tak akan kalah pada kesepian, bahwa ia tak akan ditaklukkan oleh rasa bosan, bahwa ia bisa mengabaikan kerinduan akan kehadiran orang lain di dekatnya. ryle mengira ia akan gila. Ia tak tahu bagaimana mengatasi luapan emosi yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. Ia sudah biasa sendirian, ia selalu bisa sendirian, dan ia tak pernah merasa tak nyaman dengan semua itu. Kenapa sekarang tiba-tiba semua hal biasa menjadi tak biasa? Apa yang salah pada dirinya? Apa yang telah terjadi?
“aku butuh makanan… mungkin itu akan membuatku sedikit tenang” ia seketika bangkit dari tempat tidur, dan mendekati box makanan di atas buffet, tapi tak ada apa-apa disana, hanya beberapa bungkus kopi instant. Ryle melengos, suasana hati yang tak baik akan bertambah buruk saat perutmu kelaparan dan kau sadar tak ada yang bisa kau makan. Ia berdiri di tengah kamar, memandang laptop, handphone, tumpukan novel dan komik, serta tempat tidur secara bergantian. Ia sudah bosan tidur, ia melirik dengan enggan ke arah novel-novelnya, tapi langsung memalingkan muka, membaca buku tak akan menyenangkan tanpa cemilan, dan tak ada hal menarik dalam laptopnya, ia sudah menghabiskan waktu seharian kemarin untuk mengutak atik isinya, mungkin ia akan bermain game globebox di hpnya… tapi permainan itu sudah terlalu sering diamainkannya, sampai-sampai permainan itu sering error dan tiba tiba mati sendiri saat sedang dimainkan.
“hmm.. mungkin lebih baik aku tidur, semoga saat aku terbangun esok, ada sesuatu yang menyenangkan terjadi, siapa tahu tiba-tiba ada yang datang membawa makanan, atau tiba-tiba ada yang mengrim sms dan bilang kalau uang beasiswa sudah turun.. yah, apalagi yang bisa dilakukan selain berharap…” dan ryle, kembali merebahkan kepalanya ke atas bantal dan mencoba terlelap. Dalam tidurnya ryle bermimpi menjadi putri di sebuah kastil yang sangat besar, ditemani oleh empat orang pangeran tampan dan keluarga yang sangat menyayanginya. Setiap hari ia makan makanan yang dimasak oleh koki professional, dilayani oleh puluhan pelayan, dengan pengawalan khusus saat ia kan keluar rumah.
...................................................................................................................................
Sebenarnya sudah sejak lama ryle menyadari bahwa semuanya memang sudah berakhir, dan karena kesalahannyalah semuanya menjadi rumit seperti saat ini. Semua kekacauan yang sekarang membuatnya tak bisa bernafas, tak bisa mengendalikan diri, tak bisa lagi menentukan apa yang seharusnya ia lakukan. Ryle tahu semuanya sudah tak mungkin, ia bahkan sudah tahu lama sekali… tapi entah kenapa perasaannya tak mau sedikitpun mengalah, perasaannya tak mau berdamai dengan kenyataan, ia tak mau menerima bahwa ‘daffa’ memang sudah pergi dan tak akan pernah berbalik lagi. Ryle tahu, dulu daffa sangat mencintainya, dan sejujurnya ia sangat berharap cinta itu kembali… selama ini ryle selalu berpura-pura tidak tahu tentang apapun, tidak mau peduli dengan apapun, tidak mau membuka mata bahwa daffa yang sekarang bukanlah lagi daffa yang ia kenal saat SMA… ryle sangat berharap daffanya kembali, ia rela menukar apapun asalkan daffa kembali mencintainya, kembali ke sisinya… tapi bahkan sudah lama sekali, ryle menyadari, itu sudah tidak mungkin.
Daffa memaafkannya… itu sudah sangat cukup… mengingat dulu daffa mendiamkannya selama sisa tahun ketiganya di SMA, dan ryle juga sangat tahu, ia pantas mendapatkan kemarahan sebesar itu. ryle sudah pernah memutuskan untuk melupakan daffa, menganggapnya bukan bagian dari kehidupannya, berusaha berpikir bahwa ia dan daffa adalah kesalahan yang tak perlu disimpan dan memori
Tapi, daffa tak pernah benar-benar pergi, entah kenapa ia selalu kembali, dan sekarang daffa bisa menerimanya lagi sebagai teman, dan ryle bahagia mereka bisa berbicara dengan santai tanpa kecanggungan seperti dulu, tapi itu malah membawa petaka bagi ryle. Sesuatu yang dulu telah ia tinggalkan, telah ia kubur dalam-dalam di dasar hatinya dengan susah payah, kini kembali menguak dan mengusiknya. Perasaan itu kembali lagi… dan ryle lupa diri, lupa bahwa apapun yang daffa katakan, apapun yang daffa lakukan, semua tak akan mengubah kenyataan, daffa tak akan pernah membiarkannya masuk ke dalam hatinya lagi. Ryle terlalu bahagia, terlalu bahagia hingga ia tak menyadari sesuatu yang ditakutkannya akan muncul, membuatnya merasakan lagi perasaan sakit, perasaan sendiri, perasaan tak pantas, perasaan bersalah, perasaan merindukan seseorang untuk menggenggam tanganmu, memelukmu, mengelus kepalamu, dan mencium keningmu, persaan itu muncul kembali, perasaan yang dulu telah ryle musnahkan dari hatinya, telah ia kunci rapat-rapat hingga tak seorangpun bisa tahu bahwa ia terluka, bahwa ia menangis, bahwa ia ingin memperbaiki kesalahannya, dan membiarkan orang lain tahu bahwa ia hanyalah gadis remaja aneh yang selalu sendiri dan tak mau membuka diri. Sekarang ia harus menghadapi ketakutannya…
....................................................................................................................................
Apa yang ditakutkan ryle bukanlah tentang apa yang terjadi pada daffa, melainkan apa yang akan terjadinya padanya setelah semua masa lalu itu dibangkitkan secara tak sadar oleh secuil harapan dalam hatinya… harapan yang ryle tahu, sebentar lagi harus ia padamkan walau ia tak rela.
Daffa kini telah memiliki kehidupan yang sempurna, sangat sempurna untuk diusik, bahkan dengan mengatasnamakan cinta. Ryle tahu, tak ada pilihan lain baginya… ia memang harus mundur, kembali berkuatat dengan usahanya untuk melupakan daffa, yang dengan sendirinya berarti kembali ke kehidupan lama seorang ryle… alone girl.
Ia harus menutup hatinya lagi untuk melupakan rasa sakit ini, walau itu berarti sebentar lagi ia akan kembali menjadi manusia batu tanpa hati nurani, yang bahkan menangispun tak akan bisa lagi ia lakukan, bahkan ia tak akan bisa lagi berempati pada orang lain, hidup dengan penuh ketidakpedulian kepada orang lain, yah itulah ryle yang dulu… mungkin juga nanti.
........................................................................................................................................
Saat menyukai sesuatu, kejar dan perjuangkan. Saat telah lelah mengejar, bertahanlah dan menanti. Saat telah lelah menanti, lepaskanlah… dan inilah saatnya untuk melepaskanmu… semoga ini yang terbaik bagi kita berdua.
..........................................................................................................................................
Kembali lagi… harus berjuang sekuat tenaga menahan kesakitan yang sama, luka yang sama, amarah yang sama… hanya waktu yang berbeda. Ryles tidak pernah habis pikir, kenapa drama picisan ini harus terus berulang dalam hidupnya. Seberat itukah melepas seseorang?
Ryles tahu satu-satunya cara agar semua ini berakhir adalah dengan mengakhirinya. Sejujurnya, memang kata-kata itulah yang sangat ia tunggu-tunggu mampu terucap baik dari dirinya sendiri maupun darinya.
...........................................................................................................................................
Berusaha belajar untuk tidak berpikir terlalu jauh, tidak terbang terlalu tinggi, tidak berkhayal terlalu indah…
Dan akhirnya memang hanya aku yang harus mengerti kamu, dan kamu tidak akan pernah mengerti aku, hanya aku yang harus mendengarkanmu, dan kau tak perlu mendengarkanku, hanya aku yang harus menerimamu apa adanya dan kau bahkan tak pernah peduli seperti apa aku…
Apakah akhirnya memang harus seperti ini? Apakah inilah yang sesungguhnya direncanakan olehNya? Jujur, ryle takut berharap, takut bermimpi, takut semua itu kembali hilang dalam sekejap mata, sama seperti hari-hari kemarin.
...................................................................................................................................... ...
To Be Continue...
0 comments:
Post a Comment